nih gue ingin kasih tau sobat apa sih lampung tengah itu dan sejarahnya
mumpung aku masih ada di lampung maka aku akan beri sobat
sejarah dan apa itu kabupaten lampung tengah....
Nama Resmi
|
:
|
Kabupaten Lampung Tengah
|
Ibukota
|
:
|
Gunung Sugih
|
Provinsi
|
:
|
Lampung
|
Batas Wilayah
|
:
|
Utara: Kabupaten Tulang Bawang dan Kabupaten Lampung
UtaraSelatan: Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten TanggamusBarat: Kabupaten
Lampung BaratTimur: Kabupaten Lampung Timur dan Kota Metro
|
Luas Wilayah
|
:
|
3.802,68 Km²
|
Jumlah Penduduk
|
:
|
1.293.663 Jiwa
|
Wilayah Administrasi
|
:
|
Kecamatan : 28, Kelurahan : 10, Desa : 283
|
Website
|
:
|
(Permendagri No.66 Tahun 2011)
|
Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten di
Provinsi Lampung, Indonesia. Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 12 tahun
1999, Kabupaten Lampung Tengah mengalami pemekaran menjadi dua kabupaten dan
satu kota yaitu Kabupaten Lampung Tengah sendiri, Kabupaten Lampung Timur dan
Kota Metro. Seiring otonomi daerah serta pemekaran wilayah, ibukota Kabupaten
Lampung Tengah yang semula berada di Kota Metro, pada tanggal 1 Juli 1999
dipindahkan ke Kota Gunung Sugih. Kegiatan pemerintahan dengan skala
kabupaten dipusatkan di Kota Gunung Sugih sedangkan kegiatan perdagangan dan
jasa dipusatkan di Kota Bandar Jaya.
Sejarah Penduduk
Penduduk Lampung Tengah terdiri dari 2 (dua) unsur yaitu
masyarakat pribumi dan masyarakat pendatang. Masyarakat pribumi; warga penduduk
asli yang sudah lama menetap bahkan turun temurun mendiami tempat ini.
Sedangkan masyarakat pendatang adalah penduduk pendatang yang tinggal dan
menetap di sini. Penduduk pendatang terbagi lagi menjadi 2 (dua) unsur yakni
pendatang lokal/suku Lampung dari luar Lampung Tengah dan pendatang dari luar
kabupaten (bukan asli suku Lampung) dan luar provinsi.
Provinsi Lampung yang telah terlanjur dinobatkan dengan
sebutan ‘Indonesia Mini’ karena keanekaragaman suku-suku bangsa bermukim di
tempat ini (karena adanya transmigran dan pendatang lainnya), juga tak
terkecuali dengan Lampung Tengah. Kabupaten yang dimekarkan tahun 1999 itu
sendiri, selain didiami penduduk pribumi banyak pula masyarakat pendatang yang
berdiam serta menetap. Berbagai suku bangsa seperti Jawa, Bali, Sunda,
Palembang, Padang, Batak dan sebagainya mendiami belahan daerah-daerah
Kabupaten Lampung Tengah.
Bila melihat perkembangannya, pembauran masyarakat yang ada
di Lampung Tengah secara garis besar dikarenakan dulu adanya transmigrasi
sejumlah kelompok masyarakat terutama dari Pulau Jawa dan Bali. Selebihnya
adalah penduduk pendatang lain yang pindah serta menetap di sini. Mereka
membaur dalam kelompok masyarakat. Dari waktu ke waktu pertumbuhannya semakin
meningkat sehingga menjadi bagian dari masyarakat Lampung Tengah seperti halnya
penduduk pribumi.
Penyebaran penduduk melalui program transmigrasi terhadap
sejumlah masyarakat terutama dari luar pulau ke Kabupaten Lampung Tengah
sebenarnya sudah ada sejak kolonial Belanda. Kepindahan penduduk pendatang dari
luar daerah masih berlangsung setelah kemerdekaan. Bahkan perpindahan tersebut
jumlahnya cukup banyak. Sebagian besar para transmigran yang datang ke
Kabupaten Lampung Tengah, ditempatkan di beberapa district.
Selama dalam tahun 1952 sampai dengan 1970 pada objek-objek
transmigrasi daerah Lampung telah ditempatkan sebanyak 53.607 KK, dengan jumlah
sebanyak 222.181 jiwa, tersebar pada 24 (dua puluh empat) objek dan terdiri
dari 13 jenis/kategori transmigrasi. Untuk Kabupaten Lampung Tengah saja antara
tahun itu terdiri dari 4 (empat) objek, dengan jatah penempatan sebanyak 6.189
KK atau sebanyak 26.538 jiwa.
Areal penempatan atau daerah kerja yang dijadikan objek
penempatan transmigrasi di daerah Lampung, umumnya berasal dari tanah-tanah
marga, baik yang diserahkan langsung kepada Direktorat Transmigrasi oleh
pemerintah daerah setempat melalui prosedur penyerahan maupun bekas-bekas
daerah kolonisasi dulu, seperti objek-objek transmigrasi di daerah Lampung
Tengah.
Demi tercapainya integrasi dan assimilasi dengan penduduk
setempat (pribumi) serta dalam rangka pemekaran daerah dari jumlah objek-objek
transmigrasi tersebut, secara berangsur-angsur telah pula dilakukan
penyerahannya kepada Pemda setempat. Selanjutnya objek-objek transmigrasi yang
sudah diserahkan itu sepenuhnya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah
daerah yang bersangkutan, baik secara tehnis administratif maupun pembinaan dan
pengembangannya.
Seiring penyebaran dan pemerataan penduduk di Kabupaten
Lampung Tengah, laju pertumbuhannya kian bertambah dari tahun ke tahun.
Setidaknya, setelah Lampung Tengah menjadi tujuan trasmigrasi, pertumbuhan
penduduk semakin meningkat. Peningkatan pertumbuhan tersebut tentu saja
disebabkan adanya para pendatang dalam jumlah cukup besar melalui perpindahan
ini.
Beragam suku, bahasa, agama dan adat istiadat telah pula
mewarnai kehidupan penduduknya. Pada sejumlah tempat, akan ditemui perkampungan
masyarakat yang masih sesuku dengan adat budayanya, percakapan sehari-hari yang
mempergunakan bahasa daerah masing-masing, sarana ibadah menurut kepercayaannya
dan lain-lain. Perpindahan sekelompok masyarakat ini memunculkan pembauran
antara pribumi dan pendatang. Mereka membaur serta berinteraksi dalam
kemajemukan yang sudah terjalin.
Menurut Undang-undang (UU) No. 3 Tahun 1972, Transmigrasi
adalah kepindahan atau perpindahan penduduk dengan sukarela dari suatu daerah
ke daerah yang ditetapkan di dalam wilayah negara Republik Indonesia atas dasar
alasan-alasan yang di pandang perlu oleh negara. Sedang transmigran, merupakan
setiap warga negara Republik Indonesia yang secara sukarela dipindahkan atau
dipindah menurut pengertian sebagaimana yang di pandang perlu oleh negara.
Kampung paling dominan di Kabupaten Lampung Tengah dihuni
oleh masyarakat suku Jawa. Agama yang dianut mayoritas Islam dan sebagian lagi
agama Kristen Katolik, Kristen Protestan, Budha dan Hindu. Sebagian besar dari
masyarakat ini tadinya bermula dari transmigran yang ditempatkan di Lampung
Tengah waktu itu. Mereka berasal dari bagian tengah dan timur pulau Jawa.
Didalam pergaulan hidup sehari-hari di kampung, mereka mempergunakan bahasa
Jawa sebagai penutur. Menurut penuturannya, untuk mengucapkan bahasa Jawa,
seseorang harus memperhatikan serta bisa membedakan keadaan orang yang diajak
bicara maupun yang sedang dibicarakan. Perbedaan itu berdasarkan usia atau
status sosialnya. Sebab pada prinsipnya, jika di tinjau dari krateria
tingkatannya bahasa daerah ini terdiri dari bahasa Jawa Ngoko dan Krama.
Berbahasa Jawa Ngoko di pakai bagi orang yang telah di kenal
akrab, terhadap orang lebih muda usianya serta lebih rendah derajat atau status
sosialnya. Lebih khusus lagi adalah bahasa yang di sebut Ngoko Lugu dan Ngoko
Andap. Sedangkan bahasa Jawa Krama digunakan terhadap orang yang belum di kenal
akrab tapi sebaya baik umur maupun derajat. Dapat juga di pakai bagi yang lebih
tinggi umur serta status sosialnya. Ada pula bahasa Krama Inggil yang terdiri
dari sekitar 300 kata. Digunakan untuk menyebutkan nama-nama anggota badan,
benda milik, sifat, aktivitas dan emosi-emosi dari orang lebih tua maupun
tinggi derajat sosialnya. Selain itu, ada juga penuturan yang di sebut bahasa
Kedaton atau Bagongan, bahasa Krama Desa dan bahasa Kasar. Di lingkungan
setempat, terutama dalam pergaulan hidup sehari-hari masyarakat Jawa di
Kabupaten Lampung Tengah, bahasa yang digunakan lebih banyak menuturkan bahasa
Jawa Kasar atau Jawa Pasaran. Penuturan ini lebih gampang di mengerti dan
sering di pakai di dalam bercakap-cakap. Bahkan tidak sedikit suku lain mampu
bercakap-cakap mempergunakan bahasa Jawa tersebut.
Masyarakat suku Jawa di Lampung Tengah masih memegang teguh
kultur daerah asal. Hal ini nampak jelas terlihat dari bahasa yang digunakan,
sistem kekerabatan serta kebudayaan yang ada di lingkungan setempat. Berbagai
kesenian tradisional Jawa seperti: Jaranan, Reog Ponorogo dan Campursari
terlihat seringkali di tanggap, baik di saat perayaan pernikahan, hari besar
nasional dan lain-lain.
Selain suku Jawa, di Kabupaten Lampung Tengah terdapat
masyarakat suku Sunda namun jumlahnya tak sebanyak suku Jawa. Mayoritas
penduduknya memeluk agama Islam. Mereka juga awalnya adalah transmigran yang
ditempatkan di beberapa kecamatan dalam wilayah Kabupaten Lampung Tengah.
Dilingkungan setempat, mereka menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa
percakapan. Pemakaiannya dikenal atas tiga tingkatan, yaitu: bahasa Sunda
lemes, sedang dan kasar. Bahasa Sunda lemes sering digunakan untuk berhubungan
dengan orang tua, orang yang dituakan ataupun yang dihormati dan disegani.
Bahasa Sunda sedang dipakai antara orang setaraf, baik tingkat umur maupun
status sosial. Sedangkan bahasa Sunda kasar dipergunakan oleh atasan terhadap
bawahan, juga sering digunakan oleh menak terhadap cacah dan terhadap sesama
mereka yang sesuku.
Pola kebudayaan Sunda masih tampak dilingkungan masyarakat
suku Sunda yang bermukim di Kabupaten Lampung Tengah. Kenyataan itu terlihat
dari bahasa daerah yang dituturkan, sistem kekerabatan serta kebudayaan yang
berkembang dilingkungan mereka. Beberapa kesenian tradisional baik berupa
bebunyian maupun tari-tarian acapkali digelar saat ada prosesi penting.
Masyarakat dominan lain yang bermukim di Lampung Tengah
adalah penduduk suku Bali. Sebagian besar mendiami di beberapa kecamatan di
wilayah timur dan sisanya berada di kecamatan lain di Lampung Tengah. Agama
yang di anut mayoritas memeluk agama Hindu-Bali. Kampung-kampung Bali akan
terasa bila saat berada di lingkungan setempat. Sama halnya dengan masyarakat
suku Jawa dan Sunda, masyarakat suku Bali bermula dari transmigran yang
ditempatkan di daerah ini. Penempatan itu terdiri dari beberapa tahapan.
Sehari-harinya, penduduk setempat mempergunakan bahasa Bali sebagai penutur.
Bahasa Bali masih termasuk keluarga bahasa-bahasa Indonesia.
Dari perbendaharaan kata serta strukturnya, bahasa Bali tidak jauh berbeda
dengan bahasa-bahasa Indonesia lainnya. Peninggalan-peninggalan prasasti dari
zaman Bali-Hindu menunjukkan adanya suatu bahasa Bali kuno yang agak berbeda
dengan bahasa Bali sekarang. Di samping mengandung banyak kata-kata Sansekerta,
pada masa kemudiannya terpengaruh juga oleh bahasa Jawa kuno semasa Majapahit.
Bahasa Bali mengenal pula apa yang dinamakan perbendaharaan kata-kata hormat meski
tidak sebanyak di dalam bahasa Jawa. Penuturan bahasa Bali memiliki dialek
khas.
Memasuki kampung-kampung masyarakat suku Bali terlihat
khasanah yang begitu menonjol. Kehidupan keagamaan dan seni ukir Bali sangat
akrab dilingkungan penduduknya. Tempat melakukan ibadat agama Hindu-Bali
disebut Pura. Dalam kehidupan keagamaan, mereka percaya akan adanya satu Tuhan,
dalam konsep Trimurti, Yang Esa. Trimurti mempunyai tiga wujud atau
manifestasi, yakni wujud Brahmana; yang menciptakan, wujud Wisnu; yang melindungi
dan memelihara serta wujud Siwa; yang melebur segalanya. Di samping itu, orang
Bali juga percaya pada dewa dan roh yang lebih rendah dari Trimurti serta yang
mereka hormati dalam upacara bersaji.
Kebudayaan Bali sebagai bagian dari budaya masyarakat di
Kabupaten Lampung Tengah, terlihat pada lingkungan kampung-kampung bersuku Bali
yang bermukim di daerah ini. Adat istiadat serta kebudayaan lainnya berkembang
dengan sendirinya seiring perputaran waktu. Berbagai kesenian baik seni rupa,
seni pahat, seni musik dan tari tetap menjadi khasanah daerah.
Sementara itu, di kabupaten ini ada pula kelompok masyarakat
suku Bugis-Makasar. Sebagian besar dari masyarakat suku Bugis-Makasar bertempat
tinggal di daerah pesisir, terutama di Kecamatan Bandar Surabaya. Walaupun
jumlah penduduknya tidak banyak namun di Kabupaten Lampung Tengah mereka sudah
dikenal sejak dulu sebagai suku pelaut. Di daerah pedalaman (sekitar pusat
ibukota kabupaten) jarang sekali ditemui kelompok orang Bugis-Makasar.
Bahasa penutur kelompok masyarakat ini mempergunakan bahasa
Bugis-Makasar sebagai bahasa percakapan. Biasanya penggunaan bahasa daerah
lebih sering di pakai di dalam lingkungan keluarga maupun sesama suku.
Keberadaan mereka di Lampung Tengah pada awalnya atas inisiatif sendiri atau
bukan atas dasar pentransmigrasian. Karenanya masyarakat Bugis-Makasar tidak
banyak berdiam pada sebuah kampung tetapi hidup membaur dengan suku-suku lain
di daerah belahan pesisir umumnya.
Sekarang ini, di Kabupaten Lampung Tengah berdiam berbagai
macam suku-suku bangsa dalam jumlah yang tidak sebanyak suku Jawa, Sunda, Bali
maupun Bugis-Makasar. Suku-suku bangsa seperti Ogan, Palembang, Padang, Batak
dan lainnya telah menjadi bagian dari penduduk kabupaten ini. Satu sama lain
berinteraksi serta menyesuaikan diri dengan lingkungan masing-masing, tempat
dimana mereka tinggal dan menetap.
Lambang daerah merupakan simbol rasa persatuan dan kesatuan
masyarakat di Kabupaten Lampung Tengah sebagai tempat bermukim, bernaung dan
berkarya bagi penghuninya yang heterogen baik segi agama, asal usul, seni,
budaya dan adat istiadat untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat
dengan menjunjung tinggi nilai adat dan budaya masyarakat berdasarkan
Pancasila.
Lambang daerah kabupaten Lampung Tengah berbentuk segi lima
dengan warna dasar hijau yang didalamnya terdapat gambar Bendera Merah Putih
yang terdapat tulisan Lampung Tengah, Empat Payung Agung (berwarna putih, kuning,
merah dan hitam), Kursi Pepadun bermotif hewan dan tumbuhan, Pita Putih
bertuliskan jurai siwo, Padi 17 butir dan Kapas 8 buah.
Makna Lambang Daerah berdasarkan elemennya:
1. Perisai Segi Lima
Melambangkan alat pertahanan dalam mempertahankan cita-cita
dan perjuangan serta Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Selain
melambangkan pancasila, segilima juga memaknakan lima prinsip masyarakat
Lampung yaitu Piil Pesengiri, Sakai Sambayan, Nemui Nyimah, Nengah Nyapur dan
Bejuluk Beadek.
2. Bendera Merah Putih
Memaknakan Kabupaten Lampung Tengah adalah bagian tak
terpisahkan dari Wilayah Kesatuan Republik Indonesia
3. Empat Payung Agung
Memaknakan lambang kehormatan, pengayoman, dan budaya
masyarakat Lampung Tengah
4. Kursi Pepadun
Memaknakan kehormatan dalam adat dan lambang kedaulatan
rakyat yang menjadi hak setiap warga.
5. Pita Putih bertuliskan Jurai Siwo
Memaknakan identitas kebudayaan masyarakat Lampung Tengah
yang terdiri dari sembilan marga.
6. Padi 17 butir dan Kapas 8 buah
Memaknakan kemakmuran dan semangat mengisi kemerdekaan 17
Agustus 1945.
Makna lambang daerah berdasarkan warna yang terdapat
didalamnya:
Merah
Keberanian, Keperwiraan dan Patriotisme
Kuning
Keagungan, Kekuasaan dan Kejayaan
Putih
Kesucian dan Kebersihan Jiwa
Hijau
Kesuburan dan Kedamaian
Hitam
Kekuatan dan Keabadian
**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar