Sejarah Kyoto dimulai sejak Kaisar Kammu (kaisar Jepang ke-50) memindahkan
ibu kota dari Nagaoka-kyō ke Heian-kyō, akibat Fujiwara Tanetsugu yang menjadi penanggung jawab pembangunan Nagaoka-kyō tewas
dibunuh.
Ada penjelasan yang mengatakan ibu kota harus dipindahkan ke Kyoto
untuk mengatasi pengaruh agama Buddha
di Nara yang kekuatannya terpusat di sejumlah kuil-kuil yang disebut Nanto-jiin(南都寺院).
Penjelasan lain mengatakan ibu kota perlu dipindahkan dari ibu kota kekaisaran
milik garis keturunan Kaisar Temmu ke ibu kota baru untuk kaisar dari garis keturunan Kaisar Tenji.
Heian-kyō dibangun dengan mematuhi
prinsip feng shui. Kyoto dikelilingi gunung-gunung di
empat penjuru angin. Di sebelah timur terdapat Sungai Kamo, di sebelah barat
terdapat Sungai Katsura yang alirannya meliuk-liuk ke sebelah selatan. Istana
didirikan di tengah kota dan wilayah kota dibagi ke dalam blok-blok berbentuk persegi empat meniru model ibu kota istana di Tiongkok. Di tengah-tengah kota terdapat jalan raya utara-selatan
bernama Suzaku-Ōji yang sekarang menjadi Jalan Senbon-dōri. Gunung Funaoka
menjulang di sebelah utara.
Ekonomi Heian-kyō berkembang dengan
pesat karena sistem politik Ritsuryō-sei yang sudah tidak dipraktekkan lagi. Pusat kota berada di
sekitar sungai Kamo dan Daidairi-Gosho.
Pada zaman Kamakura, peran Kyoto sebagai kota
pemerintahan mulai pudar karena pusat kekuasaan politik pindah ke Kamakura, namun peran Kyoto sebagai pusat perekonomian semakin kuat.
Perang Jōkyu yang dimenangkan Keshogunan Kamakura membuka kesempatan bagi pemerintah
Keshogunan Kamakura untuk membangun kantor pemelihara keamanan yang disebut Rokuhara Tandai di Kyoto. Kantor tersebut antara lain digunakan untuk
memata-matai kegiatan kaum bangsawan istana. Pada akhir zaman Kamakura,
Rokuhara Tandai dihancurkan oleh Ashikaga Takauji. Setelah kejatuhan pemerintah
Keshogunan Kamakura, Kaisar Go-Daigo memulihkan kekuasaan ke tangan
kaisar (Restorasi Kemmu). Sistem pemerintahan yang baru
ternyata mengundang ketidakpuasan di kalangan samurai. Akibatnya, Ashikaga Takauji berontak melawan kaisar dan
mendirikan pemerintahan Istana Utara. Peristiwa ini menandai dimulainya zaman Namboku-chō.
Pada zaman Muromachi, Keshogunan
Muromachi kembali
menetapkan Kyoto sebagai ibu kota pemerintahan. Pada saat yang bersamaan, Kyoto
mencatat pertumbuhan ekonomi yang pesat. Pada zaman ini lahir tradisi
pemerintahan kota oleh warga kota yang dipimpin pengusaha sukses yang
berpengaruh.
Shogun Ashikaga Yoshimitsu mendirikan rumah kediaman mewah
yang bernama Hana-no-Gosho di wilayah Kitakoji, Muromachi (sekarang di distrik
Kamigyō). Hana-no-Gosho yang menjadi tempat tinggal keluarga Ashikaga
Yoshimitsu habis terbakar di masa Perang Ōnin (1467-1477). Shogun Ashikaga
Yoshimitsu tinggal di Kitakoji Muromachi, sehingga dikenal sebagai
Muromachi-dono (Tuanku Muromachi).
Di masa Perang Ōnin yang mengawali zaman Sengoku, sebagian besar kota Kyoto sudah
habis terbakar.Keadaan kota Kyoto menjadi lebih terpuruk setelah berulang kali
dilanda peperangan. Sepanjang zaman Sengoku, Kyoto dijadikan kota benteng.
Wilayah Kamigyō dan Shimogyō dipisahkan parit pertahanan yang disebut O-kamai (御構). Parit
yang mengelilingi masing-masing wilayah digali untuk memisahkan wilayah Kamigyō
yang dikuasai Pasukan Timur (Higashi-gun) dan wilayah Shimogyō yang dikuasai
Pasukan Barat (Nishi-jin). Selain itu, Kamigyō dan Shimogyō juga dipisahkan
oleh ladang-ladang. Jalan yang menghubungkan Kamigyō dan Shimogyō disebut Jalan
Muromachi-dōri.
Kyoto bangkit di bawah perlindungan Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi dan warga kota yang berpengaruh.
Ibu kota kembali dibangun dalam skala besar di bawah pimpinan Toyotomi
Hideyoshi. Hideyoshi membangun rumah kediaman resmi yang disebut Jurakudai dan
kompleks kediaman samurai. Selain itu, Hideyoshi mengumpulkan kuil-kuil agama Buddha
yang tersebar di banyak tempat di dalam satu kawasan khusus, memperbaiki istana
kaisar, dan kawasan kediaman para bangsawan. Tata kota yang terencana rapi
masih bisa dilihat hingga sekarang di Kyoto.
Peran Kyoto sebagai "ibu
kota" tidak berubah walaupun di abad ke-17, ibu kota pemerintahan
dipindahkan ke Edo.
Kyoto semakin makmur sebagai kota perdagangan, menempati urutan ketiga setelah
Edo dan Osaka, dan jumlah penduduk bertambah
mencapai setengah juta orang.
Prefektur Kyoto didirikan setelah Restorasi Meiji. Selanjutnya Kyoto dibagi menjadi
dua distrik, distrik Kamigyō dan distrik Shimogyō. Pada tahun 1889, kota Kyoto didirikan sebagai penggabungan distrik Kamigyō
dan distrik Shimogyō, sedangkan pemerintah kota berada di bawah yurisdiksi
Prefektur Kyoto. Sekarang, Kyoto menjadi semakin luas dengan penggabungan
beberapa kota dan desa di sekitarnya. Kota lama Kyoto yang terkenal sejak
sebelum zaman Edo bisa dikatakan hanya menempati
sebagian saja daerah dalam kota Kyoto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar